Ketum METI

METI : Tanpa Nuklir, Norwegia Berhasil Lakukan Transisi Energi

Jakarta, Ruangenergi.comMasyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyebutkan dengan ratifikasi Perjanjian Paris menjadi UU No.16 tahun 2016, tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan Iklim), maka ada kewajiban bagi Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29% tahun 2030 dan 41% jika ada bantuan international.

Ketua Umum METI, Surya Darma, mengatakan, sebagai konsekuensinya mulai tahun 2021, Indonesia yang sudah menetapkan kontribusi determinasi nasional (NDC) yang terdiri dari 17% dari sektor kehutanan, 11% sektor energi dan sisanya dari sektor lain.

“Dengan demikian, kontribusi sektor energi juga lumayan besar, hampir setengahnya. Oleh Karena itu, keberhasilan Indonesia memenuhi target NDC akan sangat ditentukan juga oleh sektor kehutanan dan energi,” jelas Surya Darma, (29/03).

Ia menambahkan, untuk sektor energi, maka keberhasilannya akan dipenuhi oleh seberapa besar transformasi penggunaan energi dari energi fosil yang tdiak ramah lingkungan ke energi terbarukan.

Ia menyebutkan, Norwegia adalah salah satu negara yang paling maju dalam melaksanakan transisi energi termasuk penerapan CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism) yang mulai diberlakukan negara-negara Eropa mulai tahun 2021.

Menurutnya, penerapan CBAM pasti akan berdampak pada pembatasan akseptasi perdagangan antara negara yang belum melaksanakannya.

Zero emision itu diharapkan akan terjadi pada tahun 2050 sebagai target juga yang dicanangkan dalam transisi energi. Norwegia adalah negara yang sudah akan menggunakan 100% energi terbarukan sebelum tahun 2050.

Tentu saja pembahasan kerjasama Indonesia-Norwegia pasti akan menyangkut kerjasama dalam rangka untuk mendorong dan mendukung peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia.

“Jika kita bicara transisi energi maka bagi Norwegia selama ini pasti tidak akan membahas nuklir yang tidak masuk dalam energi terbarukan. Demikian halnya hydrogen yang bisa dihasilkan dari energi fosil maupun energi terbarukan,” tuturnya.

“Saya yakin karena posisi fosil inilah yang menyebabkan tidak masuk dalam pembahasan kerjasama. Kami dari METI tentu sangat paham dengan Norwegia, karena selama ini kami saling bahu membahu mendorong pemanfaatan energi terbarukan,” sambungnya.

METI menilai, Indonesia bisa memanfaatkan pengalaman dalam mengembangkan energi terbarukan, bisa membantu finansial untuk energi terbarukan di Indonesia.

“Kami tentu sangat senang jika ada kerjasama yang lebih luas karena Indonesia selain bisa memanfaatkan pengalaman dalam mengembangkan energi terbarukan tetapi juga tentu bisa membantu finansial untuk energi terbarukan di Indonesia. Indonesia tentu saja harus serius membahas tindak lanjut kerjasama tersebut,” beber Surya.

Lebih jauh, ia menjelaskan, selama ini keinginan Norwegia untuk investasi di Indonesia cukup besar. Akan tetapi terkendala oleh berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak mendukung pemanfaatan energi terbarukan.

“Mudah-muhanan sekarang saatnya untuk membuka lembaran baru hubungan yang lebih ramah lingkungan dan ramah investasi,” tandas Surya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *