KMPM Desak Pemerintah Batalkan Permen ESDM No 7/2020

Jakarta, Ruangenergi.com – Koalisi Masyarakat Peduli Minerba (KMPM) menuntut agar Permen ESDM No.7 Tahun 2020 segera dicabut. Pasalnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif sebagai Pejabat Pemerintah telah membuat kebijakan yang jelas melenceng dari dasar ideologi Pancasila dan konstitusional UUD 45, khususnya jauh dari amanah Pasal 33 UUD 45.
“Tuntutan kami ini didasarkan atas fakta bahwa sampai saat ini UU Minerba No.4/2009 masih berlaku. Ironisnya, beberapa ketentuan yang tertuang dalam Permen No.7/2020 jelas sangat bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam UU Minerba tersebut,” kata salah satu pendiri KMPM  DR Marwan Batubara di Jakarta, Kamis (02/4).
Menurut dia, publik menjadi tersesat atas pernyataan absurd Menteri ESDM dalam mempromosikan Permen No.7/2020, bahkan terkesan manipulatif dengan menyatakan bahwa Permen ESDM No.7/2020 diterbitkan untuk kepentingan efisiensi dan efektifitas pengelolaan kegiatan usaha pertambangan, serta guna mendorong pengembangan pengusahaan. “Ironisnya, pernyataan tersebut telah dinyatakan secara resmi sebagaimana termuat pada media terbitan di Jakarta, tertanggal 1 April 2020,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menegur dengan keras Menteri ESDM yang jelas-jelas telah melakukan pelanggaran hukum. Ini penting untuk mengembalikan agar Minerba dikelola sesuai amanah Pasal 33 UUD 45, dan tidak melenceng dari ideologis Pancasila.
“Kami minta agar Presiden Jokowi segera menegur dan menindak Menteri ESDM yang sangat kuat diyakini telah bekerja dan membuat kebijakan yang justru memihak kepentingan segelintir pengusaha KK dan PKP2B,” katanya.
“Tanpa persetujuan DPR, Presiden sekali pun tidak berwenang merubah UU, apalagi hanya sekedar seorang Menteri seperti yang dilakukan Arifin Tasrif! Dengan tindakan tersebut, dia telah menyeret pemerintah melenceng dari tujuan pengelolaan sumber daya alam sesuai konstitusi,” paparnya.
Menurut Marwan, hingga saat ini UU Minerba No.4/2009 masih berlaku dan belum ada perubahan satu pasal pun, sehingga harus dijadikan sebagai rujukan hukum utama dalam pengelolaan minerba. 
“Sudah sangat jelas bahwa UU Minerba dibuat untuk tujuan sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Dan atas dasar amanah ini, seharusnya Menteri ESDM sadar dan sekaligus sebagai wakil pemerintah berkewajiban menghentikan praktek monopoli dan oligopoli ekonomi yang dilakukan oleh segelintir pelaku usaha, yang justru menguasai hampir seluruh potensi minerba yang dimiliki negara saat ini,” tukasnya.
Dijelaskan, sesuai ketentuan dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang di atasnya;
“Pasal 75 ayat (3) UU Minerba No.4/2009 menyatakan bahwa kontrak KK dan PKP2B yang berakhir masa berlakunya harus dikembalikan kepada negara, untuk kemudian dapat diserahkan pengelolaannya kepada BUMN dan BUMD, sebagai pemegang hak prioritas, sesuai Pasal 33 UUD 1945,” paparnya.
“Harus dipahami, bahwa BUMN dan BUMD harus diproritaskan mengingat peran keduanya sebagai agent of development yang mewakili Pemerintah untuk meningkatkan ekonomi rakyat demi sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tambah dia.
Lebih jauh Marwan mengungkapkan, bahwa Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 18 November 2019 juga telah menerbitkan surat bernomor 516/30/MEM.B/2019 kepada Mensesneg untuk membahas tindak lanjut rencana revisi ke 6 PP nomor 23 tahun 2010. “Padahal rencana revisi itu sudah pernah dibatalkan oleh Presiden Jokowi akibat adanya surat dari KPK bahwa draft revisi ke 6 itu bertentangan dengan UU Minerba,” bebernya.
Menurut dia, mestinya kepentingan untuk mencapai efisiensi dan optimalisasi pendapatan pengelolaan SDA, justru akan dapat dicapai jika pengelolan minerba diserahkan kepada BUMN dan BUMD, bukan kepada kontraktor PKP2B existing seperti yang dinyatakan Arifin Tasrif!.  “Dia harus menghindari kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan segelintir pengusaha tanpa berpijak pada kepentingan jangka panjang sesuai konstitusi,” tukasnya.
Seharusnya, lanjut Marwan, yang sangat mendesak dilakukan Arifin Tasrif sebagai menteri ESDM adalah membuat aturan yang bisa menjerat praktek-praktek transfer pricing, transfer cost dan transfer denda yang disinyalir masih dilakukan perusahaan tambang dan sangat merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan royalti. 
“Dan langkah ini semestinya dapat dilakukan Menteri ESDM di tengah Pemerintah membutuhkan banyak dana untuk menggerakkan roda ekonomi yang saat ini tertekan akibat wabah Covid-19,” pungkasnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *