Jakarta, ruangenergi.com- Setiap mahluk di bumi ini tidak pernah akan mau menjadi tua. Namun, tua itu sebuah kepastian. Tidak ada mahluk di muka bumi ini yang tidak akan tua. Semua akan tua, cepat atau lambat.
Satu per satu akan punah sejalan dengan siklus kehidupan. Nah bagaimana dengan tenaga kerja? Pekerja yang tua, lambat-laun akan berganti posisi dengan pekerja muda yang datang dengan semangat membara, siap bekerja memenuhi kewajibannya sebagai pekerja. Hanya saja, alangkah sangat naif sekali, ketika regenerasi tidak terjadi di lingkup pekerjaan.
Maksudnya begini. Ketika, katakanlah profesi operator menara bor di hulu migas dari tahun ke tahun hanya terdapat, misalnya, seratus orang operator, sedangkan ribuan lapangan minyak dan gas harus di bor baik eksplorasi maupun eksploitasi. Maka sudah dapat dipastikan laju pengeboran lapangan migas menjadi terhambat karena langkanya operator menara bor.
Menarik apa yang diucapkan oleh Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo saat konferensi pers Capaian Hulu Migas Semester I Tahun 2024, dimana dia bercerita betapa langkanya profesi welder alias tukang las di lingkup hulu migas. Setengah mati industri hulu migas mendapatkan tambahan welder.
Padahal tanpa welder tidak bisa pipa migas tie-in, tangki migas tidak terbentuk dengan sempurna tanpa adanya campur tangan welder. Secara sepintas profesi welder ini jarang diminati karena salah satu pekerjaan kasar dan penuh resiko.
Point dari tulisan ini, suatu profesi kalau tidak ada regenerasi, maka dipastikan akan terjadi kelangkaan terhadap profesi itu. Sudah waktunya yang tua menggetok-tularkan ilmunya kepada generasi muda. Pelit berbagi ilmu, ya sudah derita mendera ke depan nanti. Sudah begitu, para pekerja tua musti dari sekarang siapkan diri untuk pensiun, agar bisa berikan kesempatan baik bagi adik-adiknya menempati posisi jabatan tersebut.
Satu pekerja tua yang ‘ogah pensiun’, sementara dari gaji dia (katakanlah level manager dengan remunerasi di atas dua digit rupiah), bisa mempekerjakan dua-tiga-empat pekerja yang diberi kesempatan bekerja dan berkarya di sana dengan harapan bisa naik pangkat dan gaji yang bagus.
Saatnya yang tua, ber-tut wuri handayani. Semboyan “Tut Wuri Handayani” mengandung makna bahwa seorang guru, pamong, atau pendidik harus mengikuti dari belakang murid-muridnya dengan penuh perhatian dan tanggung jawab. Guru tidak boleh menarik-narik murid-muridnya dari depan, melainkan membiarkan mereka mencari jalan sendiri dan mengambil langkah dan keputusan sesuai pemikiran mereka. Guru hanya perlu memberikan dorongan atau bimbingan agar murid-muridnya tetap berada di jalur yang benar.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi